Senin, 20 April 2009

BERAGAMA DENGAN SANTUN DAN DAMAI

Ajaran dan pesan agama itu bagaikan air hujan yang membuat kering menjadi gembur, sehingga rumput dan pepohonan pun tumbuh rindang. Bunganya yang warna-warni sedap dipandang mata. Kemudian daun, buah dan batangnya menawarkan manfaat buat manusia. Begitulah gambaran al-Qur’an tentang wahyu yang diturunkan melalui para rasulnya yang merupakan cikal-bakal agama, yang semuanya itu diharapkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ajaran dan pesan agama itu bagaikan obat penawar berbagai penyakit. Terutama penyakit hati dan sosial, agar masyarakat hidup damai, makmur dan bahagia, begitulah indahnya pesan al-Qur’an. Jadi kalau akhir-akhir ini kita melihat dan menyaksikan kehidupan beragama yang terkesan radikal dan mengumbar kebencian dengan sesama warga negara dan sesama umat beragama hal itu dikarenakan adanya kesalahan dalam berkomunikasi dan krisis dalam bersilahturahmi. Hal ini sangatlah perlu disadari oleh semuanya.

Sebagai umat beragama apapun agama dan pemahamanya, kita semua malu ketika agama justru menjadi sumber dan beban masalah bagi kehidupan berbangsa dan kemanusiaan. Bukannya sebagai penyejuk dan penyubur kehidupan dan peradaban. Orang boleh saja berkata ajaran agama mesti benar, namun yang salah umatnya atau pengikutnya. Akan tetapi perlu kita ingat, agama apapun namanya pada akhirnya baik atau buruk ajarannya akan dilihat bagaimana dampak dan wujudnya yang ditunjukan oleh pemeluk dan yang mengusung agama tersebut. Seperti halnya obat, betapa pun muluk-muluk dan indahnya iklan obat tersebut, orang akan menghargai dan membeli atau menolak obat itu setelah dibuktikan oleh mereka yang meminumnya. Jadi begitu wahyu yang turun dari langit dan alam ghaib turun ke bumi manusia, baik atau buruk sebuah agama akan dilihat pada fungsi dan dampaknya, apakah benar-benar sebagai obat penawar dan air penyejuk ataukah akan menjadi sumber konflik dan peperangan? Pendeknya agama telah masuk pada wilayah profan, meski berasal dari dunia yang sakral. Itulah sebabnya Tuhan tidak sembarangan memilih nabi dan rasul, dan yang dipilih mesti orang yang akhlaknya baik, tutur katanya lemah lembut, tegas dan jelas dalam pendirian, namun bijak dan cerdas dalam menghadapi orang yang berbeda, bahkan beseberangan.

Figur nabi dan rasul dalam sejarah masih mudah ditelusuri antara lain nabi Ibrahim a.s, nabi Musa a.s, nabi Isa a.s, dan nabi akhir zaman Muhammad SAW, kesemuanya itu dikenal oleh kaumnya sebagai orang yang berakhlak mulia dan sangat santun, jadi kalau ada orang yang membawa bendera dan menyatakan diri sebagai pewaris ajaran nabi dan rasulnya tetapi meninggalkan prinsip akhlak mulia dan kesantunan, maka orang itu telah menodai citra para nabi dan rasul yang mulia. Prinsip ini berlaku bagi umat Yahudi, Nasrani dan juga Islam yang ketiganya sering konflik bahkan sampai menumpahkan darah atas nama Tuhan, sehingga menodai lembaran sejarah agama, yang mana agama itu diajarkan, dibela, sekaligus dicurigai dan dibenci.

Sekarang ini umat Yahudi dan Nasrani dibelahan barat maupun umat Islam dibelahan timur saling mengidap rasa curiga antara satu terhadap yang lainnya. Dibarat perkembangan Islam dipandang sebagai agresi kultural dan ideologis terhadap agama mainstream. Sebaliknya pengaruh dan kehadiran Yahudi serta Nasrani ke dunia Islam dianggap sebagai kelanjutan imperialisme dan perang salib. Maka semuanya mengidap rasa dan sikap saling membenci serta curiga, semuanya sakit, semuanya mudah marah dan mudah tersinggung. Semua pihak mengalami krisis percaya diri dan toleransi. Apakah yang menjadi penyebab semua ini? Tentu banyak! dan pertanyaan ini tak habis-habisnya dibahas oleh para cendikiawan agama dan ilmuwan sosial sehingga telah menghasilkan ribuan judul buku.

Kembali keposisi awal, agama sebagai curah hujan dari langit atau mengalir dari sumber mata air yang jernih. Maka bila percikan dan aliran air itu mengumpul, menyatu, dan kemudian menjelma menjadi sungai besar dalam arus sejarah, sudah pasti air tak pernah lagi jernih. Banyak sekali elemen lain yang ikut bergabung, mulai dari ikan, udang, binatang air lainnya, sampai sampah dan kotoran lain. Begitulah sejarah agama, pesan ajaran suci dan mulia dari Tuhan yang bergerak bersama berbagai elemen lain yang dimasukan oleh pemeluknya, sehingga ketika agama menyejarah, maka wajahnya selalu mendua, sebuah cita suci dan mulia, namun adakalanya diteriakan oleh hati, tangan, dan pikiran yang tidak selalu suci, mulia, santun dan cinta damai. Ditambah lagi Indonesia adalah Negara bangsa yang mejemuk, bukan Negara agama, maka kalau tidak arif dan tidak mau belajar dari sejarah, tragedi konflik berdarah atas nama Tuhan, rasul dan agama akan terjadi lagi dan lagi, di bumi hijau, subur dan indah ini. Ketika keanggunan dan keindahan pesan dasar agama dibungkus dengan wajah masam dan bengis, agama akan tergeser dan menjadi sumber pertikaian. Maka jadikanlah agama sebagai sumber kenyamanan dalam hidup dan membungkusnya dengan hati yang indah, wajah ceria, santun dan damai. Agar tercipta kerukunan beragama yang harmonis dan teladan bagi setiap orang yang ada di muka bumi ini.

Tidak ada komentar: